Sunday, August 23, 2015

Keluar dari Zona Nyaman



Ketika kita sudah nyaman akan suatu keadaan, biasanya kita enggan untuk beranjak dari keadaan tersebut. Padahal  di luar sana masih banyak potensi yang  dapat digali untuk mendapatkan  zona yang lebih nyaman dari sebelumnya. Diibaratkan seperti orang yang  sedang nyaman-nyamannya tidur pagi, malas sekali rasanya untuk bangun dari tempat tidurnya, padahal apabila dia bangun, ada banyak aktivitas yang dapat dia lakukan.  Ya walaupun tidak ada jaminan lebih baik setelah kita keluar dari zona nyaman tersebut. Setidaknya ada kemauan dan usaha untuk berubah, entah hasilnya menjadi lebih baik ataupun sebaliknya.

Itulah kondisi yang sempat aku alami beberapa waktu silam sebelum memutuskan untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Ya waktu itu setelah aku lulus sekolah SMK aku mencoba mengikuti rekruitmen pekerjaan yang dilakukan oleh dua perusahaan astra group, yaitu PT Astra Honda Motor dan PT Astra Otoparts Tbk. Dan dari hasil kedua tes yang aku ikiti ternyata aku diterima di dua perusahaan tersebut. Di AHM diterima sebagai karyawan pabrik yang bekerja merakit sepeda motor Honda sedangkan di Astra Otoparts posisinya sebagai mekanik di bengkel. Pastinya aku harus memilih salah satunya sebagai tempatku bekerja. Aku memutuskan untuk memillih bekerja di Astra Otoparts sebagai mekanik dan ditempatkan di Bandung. Aku memilih menjadi mekanik  karena memiliki prospek kerja yang bagus dan dapat menambah kompetensi di bidang otomotif. Setelah bekerja ternyata bukan hanya menambah keahlian di bidang otomotifnya saja tetapi ada banyak hal yang bisa aku dapat karena bukan hanya sekedar menjadi mekanik biasa, tetapi mekanik yang bisa menjual barang dagangannya. Banyak hal yang aku dapet mulai dari melatih cara berkomunikasi dengan pelanggan, melatih ketrampilan menjual, melatih mental saat membagikan brosur di perumahan dan di perempatan jalan dan masih banyak hal yang aku dapet dari sana. Yang sampai saat ini masih kurindukan adalah detik-detik ketika rekening tabunganku bertambah, haha iya itu lah yang ditunggu setiap bulannya. *Ceritanya lagi kangen sama Gajian.

Dengan uang dari hasil kerja itu aku bisa untuk beli makan, ngirim uang untuk orang tua, menabung dan masih ada sisa juga untuk membeli barang-barang keperluan lainnya. Rasanya enak aja kalau membeli sesuatu hasil dari kerja sendiri, apalagi bisa berbagi dengan orang tua tercinta. Walaupun itu semua tidak akan pernah cukup untuk membalas seluruh jasa yang mereka berikan kepada anaknya ini.

Setelah setengah tahun mencari Rizki di Kota Kembang Bandung, di suatu sore yang masih cerah tersinari oleh matahari yang hampir saja menenggelamkan diri tiba-tiba handphoneku bordering pertanda ada telepon yang masuk, dan itu ayahku. Dapet tawaran dari ayah untuk melanjutkan studiku, gembira memang mendengar kabar itu tapi tidak langsung aku iyakan perlu pertimbangan berhari-hari untuk memutuskannya. Ya karena memang sudah nyaman dengan keadaan saat itu, sudah menerima gaji yang cukup untuk pemuda sepertiku, udah nggak harus mikir mata pelajaran/kuliah, udah nggak usah mikir nyari kerja lagi dan masih banyak kenyamanan yang aku dapet dari situ. Kebanyakan orang juga akan merasa malas apabila dia harus kembali belajar di kelas setelah dia bekerja dan mendapat materi yang cukup menggiurkan. Atau itu Cuma perasaanku doang ya, tapi kayaknya nggak deh memang begitu adanya. Hehe :D

Setelah aku pertimbangkan beberapa hari, aku memutuskan untuk keluar dari zona nyaman ini, mencoba untuk kembali bergelut dengan buku-buku, ingin mencoba memperbaiki dan menambah kualitas diri dengan masuk di perguruan tinggi. Memang iya tidak ada jaminan setelah lulus kuliah akan mudah mendapat pekerjaan, bahkan yang lebih baik dari pekerjaanku sebelumnya. Atau malah sebaliknya, ada kemungkinan juga karena malas-malasan kuliah akhirnya tidak lulus-lulus dan berakhir dengan DO. Kan malah menghabiskan uang saja tidak ada hasil. Ya, kemungkinan buruk itu pasti ada. Yang penting aku harus optimis dulu dengan hasil yang akan aku raih.

Untuk masuk perguruan tinggi negeri pasti harus dengan usaha, mulai dari mendafar tes SBMPTN sampai dengan registrasi di PTN yang menerima. Tidak banyak persiapan yang aku lakukan sebenarnya, untuk belajar menghadapi tes pun Cuma dilakukan sebulan sebelum dilangsungkannya tes tersebut, dan hanya pada hari libur kerjaku( 2 hari dalam seminggu). Dan akhirnya pengumuman menyatakan aku lolos tes SBMPTN dan diterima di Universitas Negeri Semarang. Aku sangat bersyukur karena bisa diterima di PTN, itu artinya aku masih bisa membayar biaya kuliah yang lebih rendah daripada di PT Swasta. Ya di akhir kontrak kerjaku di Astra Otoparts, aku memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak kerjanya lagi. Walaupun  berat sebenarnya melepas itu semua, tapi ini jalan yang aku pilih tetap harus disyukuri.

Hijrahku ke Semarang untuk belajar ternyata membawa perubahan yang cukup signifikan. Tidak hanya raganya saja yang berhijrah tetapi hati ini juga ikut berhijrah dari kegalauan yang sebelumnya melanda kepada kenyamanan yang nyata. Perburuan ini dimulai pada saat masih menjadi mahasiswa baru alias maba. Maba yang masih pengen tahu ini itu, pengen masuk organisasi ini dan itu. Akhirnya berlabuh juga di suatu organisasi kerohanian islam namanya EKSIS FE UNNES, dengan niat agar aku bisa berkumpul dengan orang-orang yang punya semangat agama yang tinggi dan harapanku biar bisa ketularan seperti mereka. Sebulan dua bulan masih beradaptasi dengan lingkungan yang ada, Tanya ini itu, ikut ini itu. Mulai dari Syuro pagi dengan kekhasannya yang memakai hijab pembatasan putra dan putri, dimulai dengan tilawah dan taujih dan sebagainya, hingga ikut kajian-kajian islami yang diadakan EKSIS. Di sinilah aku menemukan keluarga baru yang sangat terasa kekeluargaannya.

Selain di organisasi, kegiatan kuliah pun berjalan lancar walaupun pada awalnya rada tersendat karena basicnya aku bukan dari SMK Ekonomi ataupun SMA IPS. Ya apapun kalau dinikmati maka hanya rasa syukur yang ada. Tidak terasa sudah 1 tahun aku tinggal di semarang. Dan sekarang aku sedang menikmati kesibukanku sebagai mahasiswa yang belajar di kelas dan sibuk menjadi aktivis di organisasi. Aku merasa sangat bersyukur telah menjadi keluarga besar Universitas Negeri Semarang, tidak memandang karena universitas kelas atas atau menengah tetapi karena nikmat iman dan islam yang telah Allah hadirkan di sini.  Alhasil setelah 20 tahun lamanya akhirnya aku bisa benar-benar menikmati indahnya islam sedikit demi sedikit. Ya, hidayah memang tidak ada yang tahu kapan datangnya kecuali Allah.

Ya itulah sedikit kisah yang pernah aku alami. Keluar dari zona nyaman bukan berarti setalah itu kita tidak bisa kembali mendapatkan kenyamanan itu lagi. Malah justru berpotensi mendapat yang lebih nyaman dari sebelumnya. Nyaman itu bukan hanya sekedar materi, tidak selamnya bisa ditukar dengan materi. Kenyamanan hatilah yang paling utama, hati yang ingin selalu tertaut kepada Allah.

Dari seorang yang sedang mempersiapkan mimpi-mimpinya dan siap keluar dari zona nyaman ini untuk memperoleh Zona Nyaman berikutnya.


Semarang, 23 Agustus 2015