Di akhir tahun
2016 lalu, Indonesia digegerkan dengan kasus penistaan agama yang dilakukan
oleh Gubernur DKI Jakarta, Ahok ketika melakukan kunjungan kerja ke pulau
seribu. Videonya menjadi viral karena kata-kata sindiran ahok tentang pilgub
DKI menyinggung kitab suci Ummat Islam. Sontak ummat Islam di Indonesia marah
besar atas kejadian ini, sehingga muncul lah beberapa aksi besar yang menuntut
keadilan agar Ahok segera ditangkap.
Saya pun tak mau
ketinggalan, saya ambil bagian dalam aksis kedua yang bertajuk Aksi Damai 411.
Sesuai dengan namanya, aksi ini berlangsung pada hari jumat 4 November 2016 dan
dihadiri sekurang-kurangnya 200ribu ummat muslim dari seluruh penjuru
nusantara. Saya berangkat ke Jakarta bersama rombongan Pondok Pesantren “NU”
Madinah Munawarah Tembalang. Waktu itu saya memang sedang mencari-cari teman
untuk berangkat bareng, kan nggak lucu kalau ikut aksi berangkat sendirian
ketahuan banget jomblonya. Ketika itu dapet kabar dari teman bahwa pesantren
madinah munawarah menyewa satu bus buat berangkat Aksi Damai 411 tapi masih ada
beberapa kursi yang kosong. Langsung saya hubungi ketua rombongannya dan
Alhamdulillah saya bisa ikut berangkat bersama rombongan. Kami berangkat dari
semarang hari kamis pukul 13.00, pas di
jam itu juga sebenarnya saya harus mengikuti Ujian Tengah Semester mata kuliah
Metodologi penelitian namun saya lebih memilih untuk berangkat ke Jakarta.
Setibanya di
Masjid Istiqlal Jakarta rombongan segera menjalankan ibadah sholat subuh
berjamaah di masjid terbesar se- asia teggara ini . Dan kemudian sholat jumat
bersama ratusan ribu jamaah yang memenuhi masjid ini. Saat itu saya berada di
lantai paling atas bersama beberapa teman satu rombongan. MasyaAllah, jamaah
sudah penuh sesak ketika kami menuruni tangga dari lantai paling atas.
Kumandang takbir dan yel yel Aksi Bela Islam terus dilantunkan melalui pengeras
suara. Rasa haru menyelimuti hati ini, begitu kecilnya diri ini berada diantara
lautan manusia yang dipersaudarakan oleh aqidah islam. Hati mereka digerakkan
oleh Allah untuk bersatu bersama-sama membela keadilan, membela islam.
Banyaknya
peserta aksi membuat jalan sekitar masjid istiqlal penuh sesak dan hanya bisa
berjalan perlahan. Sampai waktu ashar tiba, massa masih mengekor sampai masjid
istiqlal. Itu berarti peserta paling belakang masih belum bisa bergerak keluar
dari area istiqlal. Aksis Damai ini meninggalkan berbagai kisah unik mulai dari
adanya para relawan yang dengan senang hati mengumpulkan sampah peserta aksi,
para pedangan yang membagikan dagangannya secara sukarela hingga kisah haru
peserta aksi yang memberikan jalan dan mengawal sepasang pengantin nasrani yang
akan menlaksanakan pernikahannya di gereja katedral. Saya sendiri sangat kagum
dengan guru saya, AA gym. Beliau dengan sigap turun langsung ikut membersihkan
area masjid istiqlal dengan dibantu para santri Daarut Tauhiid yang khas dengan
slayer di lehernya. Sebagai salah satu santri DT, tentu saja saya sangat paham
dengan salah satu prinsip yang selalu diterapkan kepada santri-santrinya yaitu
tentang kebersihan.
Ada juga kisah
yang unik dan cukup mendebarkan, selepas sholat maghrib situasi di depan mulai
pecah. Terjadi kericuhan yang entah siapa pemicunya, karena banyak sekali
penyusup yang memprovokasi pihak keamanan maupun provokasi kepada peserta aksi.
Salah seorang dari rombongan kami belum juga kembali ke BUS. Beberapa kawan sudah mencoba mencari
namun hasilnya nihil karena sangat sulit mencari satu orang dari ratusan ribu
orang yag tumpah ruah di jalanan. Handphonepun sudah dipastikan sudah tidak
berdaya karena seharian tidak menerima suplai energy. Hingga pukul 21.00 belum
juga kembali, kami sudah pasrah dan meninggalkan dia di Jakarta. Namun, sesaat
mesin Bus dihidupkan tiba-tiba dia datang dengan mata sudah dicoret coret
dengan pasta gigi untuk menahan rasa perih akibat gas air mata yang
disemprotkan polisi. Alhamdulillah rombongan bisa pulang dengan lengkap.
Ini merupakan
pengalaman yang mungkin tak terlupakan, ada rasa kebanggan tersendiri menjadi
bagian dari 200ribu ummat islam yang mengikuti Aksi damai. Setidaknya saya
telah ikut berjuang membela islam ketika islam dinista. Tidak hanya menjadi
penonton apalagi pihak yang mendukung sang penista. Dari kejadian ini pun bisa
kita lihat bermunculannya orang-orang yang bisa dikatakan munafik seperti zaman
Rasulullah. Semoga kita senantiasa bisa menjaga lisan kita agar apa yang kita
katakan tidak menyakiti saudara kita. Apalagi sampai menyakiti milyaran ummat
islam di dunia. Apapun yang kita lakukan pasti akan dimintai pertanggung
jawabannya nanti di akhirat. Wallohu a’lam bisshowab.
Demak, 9 September 2017