Wednesday, April 19, 2017

Semua Karena PPB Part 2



PPB Bandung dan Peserta LMD 184 (26 Desember 2016)


           Jakarta adalah kota pertama yang saya singgahi waktu itu, hari berikutnya saya melanjutkan perjalanan ke kota kembang Bandung. Lagi lagi saya harus bernostalgia dengan suasana nyaman kota Bandung. Pokokna mah urang teh rindu pisan sareng bandung, kota ini tidak hanya menyajikan keindahan alamnya, namun cita rasa seni di kota ini memang perlu diacungi jempol. Banyak hal yang saya rindukan dari kota ini, bangunan bergaya klasik di jalan braga dan asia afrika, alun-alun kota bandung yang selalu ramai oleh pengunjung, roti balok khas bandung, seblak yang super pedes, gedung sate, PERSIB, kangen berkeliling komplek perumahan sambil bagi-bagi brosur, kangen nyari alamat rumah buat nggantiin aki(battery) mobil pelanggan, kangen dapet uang tips dari pelanggan (yang ini pakek banget :D), dan seseorang yang ada di kota ini membuat kota bandung terasa lebih spesial.
Tiga bulan sebelumnya, saya pernah menyempatkan berkunjung ke kota ini karena ada acara di ITB. Dan itu pun lagi-lagi dengan beberapa alumni PPB, dan momen itu juga tak terlewatkan untuk ajang reuni dengan PPB Bandung Raya. Alhamdulillah, kemarin juga diberi kesempatan untuk berkunjung ke Bandung lagi. Namun kali ini saya sendirian, maklum kan jomblo. Pada kesempatan kali ini, misi saya ke Bandung adalah ingin berkunjung ke Ponpes Daarut Tauhiid di Geger Kalong, Bandung. Letaknya tidak jauh dari Kampus UPI hanya 5 menit dari gerbang utama UPI. Dan misi yang kedua adalah silaturahim dengan ketua LDK (UKDM UPI) dan silaturahim dengan alumni PPB juga tentunya.
Sore itu di tengah sujud nan khusyuk, hati ini terasa menggelora. Ada rasa yang berbeda dari biasanya, kenyamanan yang haqiqi yang jarang sekali saya rasakan. Berada di lingkungan orang sholih rupanya membuat hati ini merasa nyaman, membuat diri ini semakin terpacu untuk berbuat kebaikan. Sore itu saya sholat ashar di Masjid Daarut Tauhiid bersama dengan ratusan jamaah yang memenuhi sudut sudut masjid. Atau bahkan jumlahnya ribuan, karena saya hanya melihat jamaah putra saja, jamaah putri terpisah oleh hijab yang membuat pandangan ini tidak bisa melacak kebaradaan mereka.
Setelah sholat ashar, ada kajian rutin untuk umum yang diselenggarakan oleh Daarut Tauhiid. Namun saya memutuskan untuk meninggalkan masjid untuk bertemu kawan dari UKDM UPI dan berencana mengikuti kajian yang ba’da isya saja. Di UPI kami saling berbagi banyak hal mengenai kondisi kampus khususnya kondisi Dakwah Kampus yang masing-masing kampus memang memiliki kekhasannya sendiri-sendiri. Walaupun UPI dan UNNES sama-sama kampus eks IKIP namun kondisi Dakwah di kampus kami pun memang berbeda. Ya disinilah nikmatnya silaturahim, ketika kami baru pertama kali bertemu namun seperti sudah saling mengenal lama. Inilah ukhuwah islamiyah yang menyatukan kami.
Dari Kiri : Peri Maulana, Ahmad Fauzan Aqil, Aji Prayoga
Dua hari di Kota Kembang Bandung sudah cukup rasanya untuk mengobati kerinduan dengan kota ini, saya harus melanjutkan perjalan ke kota Purwokerto, tempat tinggal saya bersama orang tua. Masih ada misi yang sangat penting yang harus diselesaikan selama saya berada di kampung halaman. Saya ingin meminta ridho orang tua saya akan niatan yang insyaAllah baik. Namun niatan itu belum bisa saya tuangkan dalam tulisan ini, mudah mudahan nanti bisa dimuat ditulisan yang selanjutnya. Agar sobat pembaca ikutan penasaran, hehe *ngarep banget. Alhamdulillah dengan beberapa pertimbangan yang cukup alot, niatan saya mendapat restu dari orang tua. Mudah-mudahan menjadi pintu keberkahan bagi saya dan orang tua, karena ridho Allah adalah ridho orang tua. Setelah dirasa cukup, saya pamit untuk kembali menuntut ilmu di Semarang. Pasti tugas kuliah sudah melambai-lambai karena satu minggu saya izin tidak kuliah.
Namun inilah nikmatnya jadi mahasiswa, bisa jalan-jalan ikut event kesana kemari hanya karena menyandang status mahasiswanya. Kalau saya bukan mahasiswa, mana mungkin saya bisa ikut PPB yang penuh makna ini, mana mungkin saya dateng ke Bandung buat silaturahim sama ketua UKDM, atau hal-hal special lainnya.
Semua memang karena PPB, saya bisa dateng ke luar kota tanpa harus membayar biaya penginapan, tanpa harus bingung nyari tempat tujuan kita disana, tanpa harus kita merasa kesepian disana. Wkwkwk. Thanks buat Bintang, Noufal Uwak, Fadli dan PPB Jakarta yang sudah mau direpoti buat tempat nginep, antar jemput dan nemenin waktu di Jakarta. Hatur Nuhun buat kang Peri yang juga sudah saya repoti buat nginep, jadi tour guide dan udah bayarin makan (*Duh Jadi enak hehe). Buat Kabid Marketing Program UKDM yang juga anak PPB Bandung yang udah Fotoin kami bertiga (Saya, Kang Peri dan Kang Fauzan ketua UKDM), ini anak dihubungi cukup susah tapi Alhamdulillah nggak sengaja ketemu di depan Masjid Al Furqon. Lambaian tangan dan senyumnya masih bisa dikenali walau dari jauh, tapi ya gitulah akhirnya Cuma jadi tukang foto doang karena super duper sibuk dengan amanah yang dia emban. Selain jadi Kabid Marketing program UKDM, kader AB2 yang satu ini juga aktivis salman dan Dirjen Kominfo (atau Infokom, urang lupa deui) BEM REMA UPI. Wew,,, semoga semakin jadi akhawat tangguh ya. Saya juga nggak boleh kalah dong, akhawat aja bisa masa ikhwan enggak sih. Tuh kan, anak-anak PPB emang bener-bener menginspirasi. Jadi siap untuk terus berkarya, karena karya kita memang bener-bener berharga.

Kisah ini saya tulis mulai dari ketika saya berada di Jakarta, Bandung, Purwokerto dan saya selesaikan di Semarang.

Jakarta-Bandung-Purwokerto-Semarang, 11-19 April 2017

Semua Karena PPB Part 1





            Kisah ini berawal dari sebuah pelatihan kepemimpinan yang diadakan oleh BEM KM UGM. Pelatihan Pemimpin Bangsa atau sering disingkat PPB namanya. Berawal dari PPB inilah saya mengenal kawan-kawan yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan karakter dan mimpi yang berbeda-beda. Kenangan satu minggu itu masih sangat melekat di hati saya, karena PPB adalah pelatihan tingkat nasional perdana yang saya ikuti. Sekaligus pelatihan yang  mampu mengetuk pintu  kesadaran saya bahwa pemuda itu harus bisa berbuat banyak, pemuda itu harus mampu berkarya sesuai dengan bidangnya masing-masing karena pemuda adalah penerus bangsa. Jangan hanya bisa teriak agen of change, social control, iron stock bahkan iron man jika kita sebagai pemuda tidak bisa berbuat banyak di tengah-tengah masyarakat. Jangan jadi pemuda yang hanya bisa jadi benalu di Negara sendiri, mari kita berkarya.!
          Hal yang sangat berharga yang saya dapatkan dari PPB bukan hanya sekedar materi yang diberikan oleh pemateri kelas nasional seperti Mantan Wapres Boediono, walikota Balikpapan atau tokoh kenamaan lainya, melainkan relasi dan inspirasi-inspirasi yang saya dapatkan dari kawan-kawan peserta maupun dari pemateri. Banyak inspirasi yang bertebaran dalam kegiatan ini, tinggal bagaimana kita dyang memetiknya. Dari sini saya lebh banyak belajar agar lebih peka terhdap lingkungan sekitar kita, sehingga menumbuhkan jiwa sosial saya yang selama ini masih terttup kabut tebal. Itu semua karena kawan-kawan keren yang sebelumnya banyak yang sudah aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
            Berbicara tentang relasi, tentu saja saya mendapatkan kawan-kawan baru dari berbagai daerah  setelah  mengikuti PPB ini. Namun lebih jauh dari itu,dari kawan-kawan saya itulah saya mendapatkan banyak informasi mengenai event-event keren  lainnya. Naluri kompetisi saya pun tumbuh, alhasil saya pun jadi mengenal IYD, LMD, USF, FIM, IILF, SEALS dan event lainnya. Terhitung dari penyelenggaraan PPB pada oktober 2016 hingga sekarang, berbagai event nasional telah saya ikuti, dan itu belum membuat saya merasa cukup karena saya menyadari bahwa diri ini memang masih kecil dan masih harus terus belajar.
Yang paling mengasyikan ketika mengikuti event nasional adalah saya kembali bertemu dengan banyak kawan dan banyak inspirasi. Jangan sampai kelupaan juga, pastinya saya bakalan lebih sering jalan-jalan keluar kota semarang. Asyik bukan, belajar itu memang nggak semua harus dilakukan di dalam kelas. Agar tidak jenuh memang sesekali harus keluar kelas mencari suasana baru. Tapi konsekuensinya saya harus ketinggalan kuliah beberapa hari. Kalau kata aktivis mahasiswa sih nggak masalah sekalian memanfaatkan jatah bolos kuliah. Eh, tapi ini bukan bolos loh ya, ada surat izinnya juga. Jadi aman lah.hihihi
            Event terbaru yang saya ikuti yaitu konferensi internasional SEALS, lagi-lagi karena kawan alumni PPB yang ngasih undangan VIP karena dia sebagai peserta SEALS *thanks banget buat Bang Akbar Mustafir buat tiket VIPnya. Event ini diselenggarakan di gedung MPR/DPR/DPD RI, kesempatan yang sangat langka bagi saya sebagai mahasiswa biasa yang berasal dari desa bisa duduk di gedung yang menjadi tempat kerja para politisi dan pemimpin negeri ini. Mudah mudahan tempat ini kelak akan menjadi tempat kerja saya juga. Aamiin.
            Event ini juga saya manfaatkan untuk reuni dengan kawan-kawan PPB yang juga mengikuti event ini. Kota Jakarta yang super macet dan saya rasa cukup membosankan, namun kebersamaan dengan kawan-kawan PPB di Jakarta cukup ampuh untuk melunturkan kepenatan kota Jakarta. Sore itu setelah keluar dari area gedung DPR kami ber-sebelas menuju kota tua untuk menikmati bangunan klasik khas eropa peninggalan belanda. Cukup rame memang tempat ini, namun sama sekali tidak ada kata jaim disini. Seolah tempat ini hanya ada kami ber-sebelas. Haha. Hujan di sore itu rupanya menjadi bumbu romantika cerita kami, walaupun hujan keceriaan itu tak pudar sama sekali. Masih ada banyak cara untuk mengekspresikan rasa yang ada dalam hati kami masing-masing. Mulai dari nyanyi bareng, tebak lagu, main ABC lima dasar hingga lanjut kata berbahasa inggris, lumayanlah buat nambah vocabulary juga.
            Setelah seharian puas menuntaskan rasa rindu yang lama terpendam, eeaak. Kami pulang menggunakan KRL yang super padat oleh penumpang yang kebanyakan adalah karyawan yang pulang dari tempat kerja. Saya menginap bersama kawan-kawan cowok di indekos seorang kawan anak STTPLN Jakarta yang terletak di rawabuaya, Jakarta Barat. Sebuah kamar kos yang cukup luas dan nyaman untuk istirahat 4 pemuda yang cukup gaje, namun pemuda ini yang nantinya menjadi harapan bangsa ini.

Bersambung......

Saturday, April 1, 2017

Pemuda Pemakmur Masjid



Masih tentang kisah liburan, kali ini saya akan menyoroti kondisi masjid di dusun saya. Masjid ini letaknya tidak begitu jauh dari rumah saya, hanya 50 meter saja jaraknya.Masjid yang baru direnovasi total pada tahun 2013 ini sekarang berdiri kokoh di tengah-tengah  warga dusun munjul. Tidak terlalu besar memang ukuran masjid ini, masjid ini hanya bisa menampung sebanyak 180 jamaah. Namun jumlah itu sudah sangat cukup untuk sholat jamaah 5 waktu. Namun, serasa kecil memang ketika digunakan untuk shola ied. Sehingga perlu memasang tenda di depan masjid ketika hari raya tiba.
            Tempat wudlu di masjid ini hanya tersedia satu saja, tidak ada pemisahan antara jamaah putra dan jamaah putri. Kondisi seperti ini sangat berisiko terjadinya ikhtilat (bercampur antara laki-laki dan perempuan) yang bisa melangar batas-batas syar’i. Namun, memang seperti itulah kondisi masyarakat disini yang belum menganggap ikhtilat menjadi masalah serius.
            Sekarang saya akan masuk melihat kondisi jamaah di masjid ini. Pertama, yang perlu diketahui adalah bahwa di dusun saya sebagian besar mata pencahariannya adalah sebagai petani, buruh dan ada sebagaian yang memilih menjadi TKI. Sebagian besar pemuda di dusun saya memilih untuk merantau untuk bekerja di Jabodetabek karena masih banyak yang beranggapan bahwa mereka akan benar-benar bekerja dan mendapatkan penghasilan ketika berada di kota metropolitan. Dan itu memang terjadi, karena beberapa pemuda (di luar pelajar) yang masih bertahan di dusun saya tidak sepenuhnya bekerja (setengah pengangguran).
            Maka jika kita mapping komposisi penduduk yang masih bertahan di dusun, kondisinya yaitu terdiri dari anak-anak (pelajar SD-SMP) sebesar 35 %, pemuda usia 15-40 tahun sebesar 15% dan sisanya adalah orang dewasa dan lansia sebesar 50%. Dari jumlah pemuda sebesar 15% menurut saya masih cukup banyak jika dikaryakan sebagai pemuda pemakmur masjid, jika saya lihat ketika kegiatan olahraga (Volly) rutin setiap sore masih ada minimal 2 tim volley dan beberapa orang pemain cadangan serta beberapa pemuda yang tidak bermain volly. Itu artinya, sebenarnya masih ada sekitar 20-30 pemuda yang masih bertahan di dusun saya.
            Namun, ketika saya perhatikan dari tahun ke tahun jumlah pemuda yang setia untuk menjadi pemakmur masjid semakin berkurang. Contohnya ketika sholat maghrib, jamaah sholat maghrib saja yang notabene sholat jamaah paling ringan dilakukan, pemuda yang hadir untuk ikut sholat jamaah hampir tidak ada. Terkadang hanya ada satu atau dua orang saja. Sisanya adalah bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak. Padahal ketika masih sore masih banyak pemuda yang masih bermain bola volley yang jarak lapangan dengan masjid begitu dekat, namun sangat jauh dan berat bagi pemuda tersebut.
Itu baru kita lihat dari sholat maghribnya saja. Ketika sholat isya tiba, kondisi tidak jauh berbeda namun ada sedikit penyusutan jumlah jamaah dibanding jamaah maghrib. Begitu dengan Jamaah sholat Subuhnya, semakin menyusut saja. Namun yang lebih parahnya lagi adalah ketika datang waktu dhuhur dan ashar. Sering ketika datang waktu duhur dan ashar justru tidak ada orang yang adzan, otomatis sholat jamaah pun tidak berjalan. Kondisi ini terjadi karena ketika waktu duhur para jamaah yang mayoritas bapak-bapak sedang berada di ladang dan enggan untuk pulang tepat waktu untuk istirahat sholat duhur di masjid. Begitu dengan waktu ashar, para petani juga enggan untuk pulang lebih awal. Mereka terbiasa pulang dari ladang sekitar pukul 16.30. lantas jam berapa mau sholat ashar? Begitu dengan para pemudanya, lebih memilih untuk lebih awal datang ke lapangan volley daripada lebih awal mengerjakan sholat wajib berjamaah di masjid. Para pemuda baru keliatan di masjid ketika sholat jumat tiba. Come on brother, kemarin lo kemana aja sudah dipanggil pake adzan kagak pada dateng.? Masjidnya sudah bagus lhoo, bersih dan wangi lagi. :D
Sejak direnovasi tahun 2013 lalu, masjid kami jadi lebih bagus dan bersih memang. Namun, perbaikan masjid saja tidak cukup. Sangat penting untuk memperbaiki kondisi warganya, terutama yaitu remaja dan pemudanya. Karena pemuda adalah tiang pembangunan bangsa, tanpa pemuda bangsa ini belum bisa merdeka. coba kita lihat pemuda pada zaman Rasulullah, ada Usamah bin Zaid seorang pemuda berusia 17 tahun yang sudah diamanahi sebagai panglima perang. Atau kita coba putar ingatan kita pada abad ke-15 ketika soarang pemuda 21 tahun yang sudah menjadi pemimpin suatu negara dan ketika itu juga dapat menaklukan kota adikuasa KONSTANTINOPEL, belau adalah Muhammad Al Fatih yang merupakan sebaik-baik pemimpin dengan sebaik-baik pasukan perangnya pada zaman itu. Bagaimana dengan kita sekarang, di usia saya yang sudah hampir 22 Tahun ini sudah berbuat apa untuk masyarakat, bangsa dan Agama? ayo berubah, marilah kita berproses menjadi pemuda yang produktif, pemuda yang baik akhlaknya, dan pemuda yang baik ilmu agamnya. Yuk semangat menjadi pemuda pemakmur masjid, siapa tahu kamu ketemu calon mertua disitu. :D

Semarang, 18 Feb- 1 April 2017
(tulisan yang sempat tertunda)
Di Sebuah ruangan yang penuh inspirasi